Tuesday, 16 October 2018

INSTAN

INSTAN

Roda zaman terus berputar, dan teknologi komunikasi semakin canggih dan liar. Sejak 2007, dunia mengenal media sosial.

Manusia terhubung satu sama lain di dunia maya. Selain saling menyapa, di media sosial, orang-orang juga pamer kesuksesan, kekayaan hingga kemesraan. Wajar saja, jika orang kemudian membanding keadaan dirinya dengan, dan iri kepada, orang lain yang tampak lebih sejahtera.

Masalah bertambah rumit karena kita hidup di zaman instan. Semua tampak serba praktis dan mudah. Teknologi memang telah banyak membantu hidup kita, meningkatkan kekuatan dan kecepatan kita.

Namun, secara perlahan, kita mulai terbiasa dengan yang serba cepat. Orang menjadi tidak sabaran. Kalau ada jalan pintas, meskipun melanggar hukum dan agama, orang mau saja melakukannya.

Hidup sederhana, bukanlah retorika politik, tetapi nilai mulia untuk hidup bahagia. Sederhana artinya tidak berlebihan. Tidak kikir, tidak boros. Sederhana artinya tidak serakah dan tidak besar pasak daripada tiang, tetapi bersyukur atas apa yang diterima.

Nilai luhur lainnya adalah sabar menjalani proses. Tidak ada yang bim salabim. Semua yang diraih hari ini adalah buah dari perjuangan panjang yang telah kita lakukan sebelumnya.

Manusia tidak hanya perlu sabar menghadapi kegagalan, tetapi juga sabar menjalani proses mencapai keberhasilan. Bahkan orang harus sabar saat suatu keberhasilan tercapai, jika ia ingin meraih keberhasilan yang lebih tinggi.

Alhasil, kita umumnya belum bisa menjadi Sufi yang memilih hidup asketis (zuhd), miskin secara sukarela (kalau miskin terpaksa, banyak!). Namun, kita mungkin mampu hidup sederhana secara sukarela, bukan untuk pencitraan, bukan pula untuk orang lain, melainkan untuk kedamaian hidup kita sendiri.

No comments:

Post a Comment