BUKAN SIAPA-SIAPA
Aku bukan siapa-siapa dan aku tidak bisa apa-apa. Apa yang saya buat hanya mengikuti mereka, plagiat iya, meniru iya, mengikuti iya.
Janganlah aku disanjung, dipuja apa lagi dijadikan acuan. Aku hanya titik titik noda. Aku bukan siapa-siapa.
“aku siapa?”, lebih sulit menjawabnya karena siapa-aku bukan terutama ditunjukkan oleh aku sebagai apa, melainkan dibuktikan oleh kesanggupan merawat harkat kemanusiaan. Sama sulitnya dengan menjawab pertanyaan, “Tunjukkan padaku, mana dirimu?” Kita menunjuk dada. Lho itu dada bukan kamu. Kita tunjuk kepala. Lho itu kepala bukan kamu.
Begitulah seterusnya, sampai kita sadar bahwa diri kita bukanlah wajah, kepala, dada, badan, dan kaki. Bukan pula pengamen, menteri, atau presiden. Diri kita bukanlah “diri” anggota badan. Bukan pula tugas sosial atau profesi keseharian. Diri badan dan diri profesi merupakan penampakan untuk mengenal dan menjadi Diri yang sebenarnya. Diri kita adalah “Diri tak tampak” yang dikenali berkat konsistensi kita menjalani peran hidup.
Zaman saya kecil ada teman yang dipanggil “ngutil”. Ia sangat terampil ngutil alias mencuri dengan kecepatan tangan yang tak tertandingi. Keterampilan berpadu dengan kebiasaan menjadi brand tersendiri: ngutil. Di kalangan teman-teman ia pun punya gelar baru, yang sampai sekarang sulit kami lupakan. Diri teman saya dikenang sebagai diri yang ngutil.
Akan dikenang sebagai apakah kita? Guru yang bijaksana atau semena-mena? Aparat yang jujur atau curang? Menteri yang bersahaja atau yang selalu bermain mata? Demikianlah, manusia dikenang karakternya, peran sejarahnya, keluhuran harkat kemanusiaannya – atau bisa sebaliknya.
Ucapan maaf yang dicopy paste itu, sungguh, saya bingung masuk kategori mana.
Maafkan khilaf dan salah saya selama bersama kalian.
No comments:
Post a Comment