NGOPI BRO
Ada yang menganggap ngopi sebagai keisengan untuk mengisi waktu luang. Saya kurang setuju. Mereka yang sedang ngopi bisa jadi malah sedang fokus berpikir, merenung, bertukar ide, atau mencurahkan isi hati.
Saat ini ngopi sudah menjadi gaya hidup. Beberapa teman membawa kopi dari berbagai jenis dan merek. Ada kopi Gayo, Lampung, Sidikalang, dan Toraja, floses, kopi khas Banjarnegara yang pernah beberapa kali kopi terbaik Nasional ada kopi Wanayasa, Dieng, Karangkobar, Banjarmangu, Kenteng, dan banyak lagi.
Teman-teman yang fanatik tahu bedanya kopi-kopi itu, tapi di lidah saya semua nyaris sama. Maklum, saya tahunya cuma kopi tubruk buatan alm Ibu.
Banyak pengusaha yang melihat peluang menjanjikan dari bisnis ini mulai mendirikan kedai kopi. Mereka tak pusing mencari barista, sebab mesin penyeduh kopi banyak dijual di pasaran. Lagipula kalau dicermati, yang kebanyakan orang cari bukan citarasa kopinya tapi tempat nongkrongnya.
Itu sebabnya, tak sedikit kedai kopi yang desain interiornya dibuat sedemikian rupa sehingga pelanggan betah berlama-lama di dalamnya. Menu kopinya sih itu-itu saja, tapi tukang rumpi dan maniak selfie tak akan ragu menghabiskan waktu untuk saling curhat sampai dower atau cekrak-cekrek sepuasnya.
Kopi punya kemampuan untuk mencairkan suasana dan mendekatkan emosi para penikmatnya, yang membuat perbincangan mereka cair dan hangat. Mungkin, ini yang membuat banyak orang nyaman berbincang sambil minum kopi, meski mungkin topik perbincangan mereka agak serius, sembari minum kopi akan membuat kerawanan-kerawanan diskusi lebih mudah.
Secara mental, ngopi mengkondisikan kita untuk rileks. Ini sangat berbeda jika kita berada di ruang rapat atau tempat lain yang bersifat formal. Di kedai kopi, atribut pekerjaan tak begitu berarti. Kita adalah kita yang sesungguhnya, tanpa embel-embel pangkat atau jabatan.
No comments:
Post a Comment