PROVOKATOR
Belum aman di Jayapura (Papua), Sorong dan Manokwari (Papua Barat). Penyebabnya juga sepele, mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang merasa telah dihina oleh masyarakat di sana.
Masalahnya apakah kabar yang disampaikan itu benar sesuai fakta atau ditambah dengan bumbu-bumbu yang membakar amarah rakyat. Inilah yang sekarang sedang dicari oleh polisi.
Rakyat Papua sempat terbakar emosinya, gedung DPRD Papua Barat di Manokwari dibakar dan Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang jauh dari dosa politik, dirusak.
Kemudian menyusul Fak-fak juga membara, gedung-gedung dibakar. Kemudian Mimika dan beberapa kota lain juga ikut bergerak. Mustahil kalau tidak ada penggeraknya.
Seperti kita tahu, untuk mengejar ketertinggalannya pemerintah Papua dan Papua Barat banyak mengirim mahasiswa ke luar daerah seperti di Yogyakarta, Bandung, Malang, Jakarta, Surabaya.
Pemkot Surabaya untuk mendirikan asrama nusantara yang bisa menampung mahasiswa berbagai daerah, patut diapresiasi.
Sebab para mahasiswa itu pun bisa bergaul lebih luas, pemahamannya tidak hanya daerah sendiri saja dan mimpinya pun bisa mimpi yang indah, misalnya mempercepat kuliah agar bisa cari kerja untuk membangun negeri, bukan sebaliknya.
Tak ayal nanti akan lahir pemimpin yang nasionalis. Orang Papua jadi camat di Yogya, orang Kalimantan jadi bupati di Jawa, orang NTT sukses di Jakarta dll.
Sebagai pendatang tentu harus belajar budaya setempat agar tidak terjadi gesekan.
Papua itu ladang empuk bagi provokator. Di sana tidak hanya muncul sentimen kedaerahan tapi juga politik dan ekonomi.
Belum lagi keinginan merdeka bagi sebagian orang masih belum padam, tentara separatis masih mengganggu kehidupan rakyat. Keberhasilan Indonesia untuk mengambil alih PT Freeport juga bisa menjadi ajang “permainan” provokator, entah dari luar atau dalam.
No comments:
Post a Comment